Berita

BSU Hanya untuk yang Terdaftar BPJS, LKAKI Kalsel Desak Negara Tak Abai pada Pekerja Terpinggirkan

×

BSU Hanya untuk yang Terdaftar BPJS, LKAKI Kalsel Desak Negara Tak Abai pada Pekerja Terpinggirkan

Share this article
BSU Hanya untuk yang Terdaftar BPJS, LKAKI Kalsel Desak Negara Tak Abai pada Pekerja Terpinggirkan

Banjarmasin – Ketimpangan kembali menghantui dunia kerja. Program Bantuan Subsidi Upah (BSU) yang dijanjikan pemerintah justru menyisakan kegelisahan di kalangan pekerja. Penyebabnya, syarat penerima BSU yang mensyaratkan kepesertaan aktif di BPJS Ketenagakerjaan hingga April 2025 berpotensi menyingkirkan ribuan pekerja yang tidak didaftarkan oleh perusahaannya.

Lembaga Konsultasi dan Advokasi Ketenagakerjaan Indonesia (LKAKI) Provinsi Kalimantan Selatan angkat bicara. Mereka menyebut kebijakan itu rawan menciptakan diskriminasi bantuan sosial terhadap pekerja sektor informal dan pekerja formal yang hak dasarnya pun tak dipenuhi.

“Pekerja yang tidak tercatat dalam BPJS Ketenagakerjaan terancam tidak mendapatkan BSU. Ini bisa menimbulkan kecemburuan dan ketidakadilan,” ujar Ketua LKAKI Kalsel, H. Siswansyah, SH, M.Si, MH, Jumat (20/6).

LKAKI Kalsel menyatakan siap membela pekerja yang terdampak dan memfasilitasi mediasi antara pekerja, pengusaha, dan Dinas Tenaga Kerja. Menurut Siswansyah, negara tidak boleh membiarkan perusahaan abai terhadap kewajiban mendasar, seperti mendaftarkan pekerjanya ke program perlindungan sosial.

“BSU seharusnya menjadi jaring pengaman sosial, bukan alat diskriminasi administratif,” tegasnya.

Berdasarkan Permenaker Nomor 5 Tahun 2025, BSU sebesar Rp 300 ribu per bulan diberikan kepada pekerja dengan gaji di bawah Rp 3,5 juta dan aktif dalam program BPJS Ketenagakerjaan minimal dua program: Jaminan Kematian dan Jaminan Kecelakaan Kerja. Bantuan ini diberikan untuk bulan Mei dan Juni sekaligus, total Rp 600 ribu.

Namun, menurut anggota pengawas LKAKI Kalsel, Poegoeh Prijambada, SH, MH, masih banyak perusahaan yang enggan mendaftarkan pekerjanya ke BPJS karena beban iuran sepenuhnya ditanggung pengusaha. Untuk dua program dasar itu saja, pengusaha wajib membayar sekitar 5,7 persen dari gaji pekerja.

“Kalau karyawan ada ratusan, itu dianggap memberatkan. Tapi ini bukan soal untung-rugi, ini soal tanggung jawab hukum dan kemanusiaan,” ujar Poegoeh yang juga mantan Kabid Mediasi Disnaker Kalsel.

Ia menambahkan, pemerintah punya dasar hukum yang kuat untuk menindak perusahaan yang tidak patuh. “Permenaker sudah mengatur sanksinya. Tapi pengawasan kita lemah. Serikat pekerja pun kadang tak berdaya,” katanya.

Ia mendorong wartawan, masyarakat sipil, dan serikat pekerja untuk aktif melaporkan perusahaan yang lalai. Menurutnya, transparansi publik menjadi alat paling kuat untuk menekan pengusaha yang tidak patuh.

“Peran media dan masyarakat penting. Laporkan jika ada perusahaan bukan UMKM tapi tidak mendaftarkan pekerja ke BPJS, atau upahnya di bawah UMP. Negara harus hadir,” ujarnya.

LKAKI Kalsel juga mengimbau pemerintah daerah agar meningkatkan pengawasan terhadap kepatuhan perusahaan. Dengan begitu, BSU bisa benar-benar menjadi solusi keadilan sosial, bukan sekadar rogram populis yang tak menyentuh akar persoalan

“Hubungan industrial harus adil dan seimbang. Pekerja mendapat haknya, pengusaha jalankan usahanya, dan negara tidak boleh berpihak pada yang kuat,” tegas Siswansyah.

rel/hms

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *