Kolom Pakar

Tempat Ibadah dan Kampanye

×

Tempat Ibadah dan Kampanye

Share this article
Tempat Ibadah dan Kampanye

oleh: Abdul Jamil Al Rasyid *)

Menjelang pelaksanaan pilkada serentak tahun 2024, situasi politik di Indonesia semakin memanas. Karena kurang lebih 2 bulan mulai dari sekarang, di Indonesia akan melaksanakan pesta demokrasi besar-besaran di tingkat daerah. Pesta demokrasi tersebut akan dilaksanakan pada tanggal 27 November 2024 mendatang.

Masyarakat tentu sangat ingin menyaksikan kandidat yang bertarung dalam pilkada serentak kali ini. Kontestan-kontestan pilkada mulai dari pasangan calon hingga tim suksesnya, bahu membahu untuk meraup suara masyarakat. Salah satu caranya adalah dengan kampanye.

Masa kampanye untuk saat ini sudah dimulai serentak di Indonesia. Hal ini yang menandakan bahwa peperangan pasangan calon setelah ditetapkan oleh KPU sebagai lembaga yang mewadahi pemilihan di Indonesia. Pasangan calon setelah ditetapkan dan diterima berkasnya oleh KPU tentu akan bahu membahu merancang strategi untuk pemenangan pada pilkada kali ini. Maka kampanye adalah salah satu cara untuk meraup suara dan simpati dari masyarakat. Tentu pasangan calon akan diawasi oleh Bawaslu sebagai pihak yang bertugas untuk mengawasi kampanye.

Kampanye politik merupakan cara yang terorganisir dari tim pemenangan untuk mempengaruhi pemilih(masyarakat) dan juga simpati masyarakat agar pada pelaksanaan pilkada masyarakat memberikan hak suara kepada pasangan calon. Di dalam kampanye tentu ada rambu-rambu yang harus dipatuhi oleh pasangan calon. Aturan di dalam berkampanye diatur dalam undang-undang PKPU yang mana ada larangan-larangan di tempat-tempat tertentu untuk melakukan kampanye. Salah satunya adalah rumah ibadah.

Rumah ibadah dilarang untuk berkampanye diatur dalam PKPU dalam menurut Pasal 57 ayat (1) PKPU 13/2024 dan Pasal 69 UU 8/2015. Dengan dasar aturan ini rumah ibadah tidak diperbolehkan oleh salah satu pasangan calon kepala daerah. Rumah ibadah seperti masjid, gereja, pura, vihara dan lainnya dilarang untuk melakukan kampanye. Karena rumah ibadah adalah tempat yang netral dan memiliki nilai-nilai budaya, religius, sosial, dan lainnya. Aturan ini menurut pandangan penulis sudah sesuai dengan aturan yang ada di Indonesia. Karena Indonesia merupakan negara yang memiliki kebebasan menganut suatu agama.

Tetapi pada kenyataannya, rumah ibadah seringkali penulis lihat menjadi tempat yang sangat diminati oleh pasangan calon untuk melakukan kampanye. Karena apa, karena rumah ibadah memiliki masa yang banyak serta loyal. Hal ini yang menjadi tolak ukur bagi pasangan calon untuk meraih suara. Karena di Indonesia, masyarakat terkenal dengan fanatisme yang tinggi terhadap agama. Agama di Indonesia dijadikan landasan serta pedoman bagi masyarakat.

Banyak penulis lihat pasangan calon yang mendatangi rumah ibadah untuk melakukan sosialisasi dengan masyarakat bahkan melakukan agenda kampanye di tengah-tengah masyarakat. Tidak salah juga pasangan calon melakukan sosialisasi ke rumah ibadah tetapi pertanyaannya tentu kenapa disaat musim pemilu pasangan calon tersebut sering mendatangi rumah ibadah, terlepas dari pasangan calon tersebut beribadah dan memiliki tujuan lain di tempat ibadah tersebut. Orasi politik yang dilakukan pasangan calon di tempat ibadah tentunya melanggar aturan dari KPU tentang pelaksanaan kampanye. Tetapi masalah seperti ini sering terjadi di Indonesia.

Bagaimana solusi dari masalah tersebut, tentu hal ini kita melihat bagaimana kinerja dari pengawas pemilu. Kita melihat apakah pengawas pemilu berani melakukan tindakan atau dibiarkan saja. Kinerja pengawas pemilu patut dipertanyakan ketika banyak pasangan calon melakukan kampanye di rumah ibadah. Hal ini yang perlu diperhatikan oleh pengawas pemilu ketika ada pelanggaran yang dilakukan oleh pasangan calon yang dengan berani melakukan kampanye di tempat Ibadah.

Untuk itu, sebenarnya dari masalah tersebut tentu kita bisa melihat bahwa pelaksanaan kampanye sebenarnya ada aturan yang mengikat. Tetapi jika kita menilik lebih jauh, kampanye tersebut adalah salah satu cara meraup suara.

Pertanyaan selanjutnya tentu bagaimana kita setelah pemilihan usai apakah kita akan tetap berada membela pasangan calon masing-masing atau bagaiamana. Pertanyaan seperti ini yang membuat seseorang mengatakan bahwa dunia politik itu berjalan dinamis, tidak ada dendam dan lainnya. Karena yang menang dalam kontestasi pilkada tentu adalah daerah kita, selanjutnya kita menikmati kepemimpinan calon pemimpin di daerah kita.

*) Mahasiswa Jurusan Sastra Minangkabau Universitas Andalas

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *